[Fanfic] Seishin chintsuuzai Karte 3

Posted: June 30, 2008 by Kyrie Kai-ka in Fanfic
Tags:

Title: Seishin chintsuuzai Karte 3

Author: QcHie-Keka-

Genre: Drama thriller psychology Doctor fanfiction (halah apa pulak ini ^^ )

Fandom: J-Rock – LuLu band

Rating: 15 +

Nothing yaoi.. but I think.. this fic is hard enough to understand with people under 15 years

—+++—

Spirit of the painkiller…

Tidak ada yang bisa Shousei lakukan. Kakak laki-lakinya itu memang keras kepala. Shousei berusaha membesarkan hatinya, tapi Yuji tetap saja bersikeras tidak ingin menjalani operasi amputasi kaki.

“Lebih baik kalian membunuhku daripada kalian harus memotong kakiku!!” Yuji terdengar membentak.

Shousei tahu bahwa kakaknya ingin terisak, tapi laki-laki itu berusaha tetap kelihatan tegar meskipun emosinya meluap-luap. Kaki kirinya sudah tidak bisa diperbaiki. Ledakan di lokasi pertambangan membuat kaki Yuji terjepit reruntuhan batu di lorong pertambangan bawah tanah. Butuh waktu sekitar dua jam untuk mengeluarkannya dari sana.

Menurut Yu-ki, sejak dibawa ke rumah sakit Yuji tetap sadarkan diri menahan rasa sakit kakinya. Meskipun akhirnya ia berteriak kesakitan sampai Taa menyuntikkan painkiller dengan dosis cukup tinggi untuk menghilangkan rasa sakitnya.

“Apa tidak ada jalan lain selain amputasi?” Tanya Shousei pada Taa dengan tatapan mengiba.

Taa menggeleng sambil menunjukkan hasil roentgen kaki Yuji pada Shousei.

Bukan hanya patah, tapi tulang kaki Yuji memang sudah hancur. Bahkan tulang yang hancur itu telah menembus daging dan menonjol keluar permukaan. Kaki itu mengalami pembengkakan dan jika dibiarkan lebih lama akan mengalami pembusukan. Karena itu Taa menganjurkan untuk segera diamputasi.

Shousei mengerti, tapi ia tetap tidak bisa meyakinkan kakaknya. Ia juga sangat mengerti perasaan kakaknya, betapa berharganya kaki itu baginya. Yuji adalah tulang punggung keluarga, ia juga yang membiayai sekolah Shousei hingga ia menjadi seorang dokter. Bagi Shousei, Yuji adalah seorang hero. Sejak kematian ayahnya, Yuji lah yang bekerja keras. Dan sekarang pun saat Shousei sudah menjadi seorang dokter, Yuji tetaplah tulang punggung utama keluarga. Selain karena gaji Shousei di rumah sakit kecil memang tidak seberapa, Yuji memang sudah bertekad akan mengabdikan seumur hidupnya untuk keluarga. Ia melarang Shousei membiayai kebutuhan keluarga dengan gajinya.

“Simpan saja untuk dirimu sendiri. Gunakan uang itu untuk masa depanmu.” Begitu ucapan yang sering Shousei dengar dari mulut kakaknya jika Shousei hendak memberikan sebagian penghasilannya.

Shousei merasakan air matanya mulai menetes. Kakaknya yang begitu hebat. Seorang diri menghidupi dirinya, ibunya yang sakit-sakitan dan adik-adiknya yang lain. Siang malam ia terus bekerja keras, kelelahan tanpa sedikit pun menghilangkan senyumannya. Shousei merasa sudah saatnya ia yang menggantikan posisi kakaknya itu.

“Sudahlah, tidak perlu memikirkan apa-apa onisan. Tanpa sebelah kaki, kau tetaplah kakakku yang paling hebat.” Shousei berkata tanpa menatap wajah kakaknya. Ia berlalu pergi dan menghampiri Taa yang menunggu di luar ruangan.

“Apa keputusannya?”

Shousei menggeleng. “Dia tetap bersikeras tidak mau melakukan operasi itu. tapi biarkan saja seperti itu.

“Biarkan saja?! Apa maksudmu?”

“Lakukan Taa. Lakukan saja operasi itu. kita tidak perlu mendengar keputusannya. Ini semua juga demi kebaikannya.”

Taa mengangguk. “Baiklah Shousei, aku akan menjalankan operasi itu segera. Serahkan semua ini padaku dan Kaito. Kau cukup menunggu saja.”

Shousei mengangguk pasrah. Ia tahu Taa akan melakukan yang terbaik. Dan tidak ada hal lain yang bisa Shousei lakukan selain menunggu dan membantu Yu-ki merawat pasien lainnya.

===333===

Keesokan harinya.

Shousei yang kelelahan menenggelamkan dirinya dalam tumpukan buku. Ia merasa sedih. Menurut Taa, keadaan Yuji mulai membaik pascaoperasi. Seharusnya ia senang, tapi kenyataannya tidak demikian. Hanya Shousei satu-satunya orang yang tidak ingin Yuji temui.

Shousei merasa telah mengecewakan kakaknya. Mungkin karena itu ia ingin belajar lebih banyak. Shousei tidak ingin hanya menjadi seorang dental surgeon. Ia memutuskan mengambil sekolah lagi selama 3 tahun dan mengikuti ujian untuk mendapatkan ijin praktik sebagai seorang dokter medis. Tapi jika demikian keputusannya, berarti sementara waktu Shousei harus meninggalkan teman-temannya. Padahal ia yang mati-matian menghalangi kepergian Kaito.

Saat ini Shousei betul-betul bimbang. Tapi rasa kantuknya mengalahkan semua kebimbangannya. Tadi malam ia memang hanya tidur selama 2 jam karena harus membantu Yu-ki sebagai dokter jaga malam dan di luar dugaannya ternyata pekerjaan itu jauh lebih berat. Ada saja pasien gawat yang harus mereka tangani, padahal seharian penuh mereka juga sudah cukup direpotkan oleh pasien-pasien korban ledakan di lokasi pertambangan.

Shousei baru saja memejamkan sejenak matanya, namun tidak berapa lama kemudian ia terbangun karena mendengar suara ribut-ribut di luar ruang praktiknya.

“GAK MAU!!! Dokter gigi itu JAHAT!! Rin gak mau ketemu dokter itu! Nanti gigi Rin dibor sampe ngilu. Rin takut!!”

Shousei mendekati pintu ruang praktiknya dan melihat sosok Yu-ki yang berusaha menenangkan anak perempuan berusia antara 5 sampai 6 tahun. Anak itu menangis dengan memeluk ibunya.

“Tenang Rin. Dokternya gak jahat.” Ibu anak itu juga berusaha menenangkan anaknya.

“GAK!! Rin tetap gak mau ketemu dokter itu!!” Anak itu terus bersikeras. “Rin mau sama dokter Yu-ki aja.” Ia lalu melepaskan pelukan ibunya dan berbalik memeluk Yu-ki.

Yu-ki merendahkan posisinya dan berjongkok agar dapat menatap wajah anak itu dengan lebih jelas. Ia menghapus air mata anak itu, lalu mengelus rambutnya yang tergerai lurus.

“Dokternya gak jahat. Rin kan anak baik, gak mungkin dokter itu menyakiti Rin. Kalo dia melakukan itu, dokter Yu-ki sendiri yang akan memarahinya. Nah sekarang Rin mau kan giginya diperiksa?”

Anak itu tampak menimbang-nimbang.

“Tapi.. tapi.. Rin gak mau sendirian. Dokter Yu-ki harus nemanin Rin.”

Yu-ki tersenyum. “Tentu saja, ayo sini dokter gendong.”

Shousei terkikik geli dari balik pintu ruangannya. Pekerjaan seorang pediatrics itu ternyata susah juga. Mengatur anak kecil kadang kala jauh lebih susah daripada mengatur orang dewasa. Namun tidak jarang orang dewasa juga lebih susah diatur daripada anak-anak.

Shousei kembali ke kursinya setelah merapikan buku-bukunya. Ada pasien yang harus ia tangani dan ini mungkin sedikit sulit karena pasien menganggapnya orang jahat. Sang dokter harus meyakinkan pasiennya bahwa ia berniat menyembuhkan dan bukan menyakiti.

“Shousei.. apa kau sibuk?” Tanya Yu-ki begitu ia memasuki ruangan Shousei dengan seorang anak kecil dalam gendongannya.

Shousei menggeleng.

“Baiklah kalau begitu tolong kau tangani nona manis ini. Tolong rawat baik-baik.

Shousei mengangguk. “Berikan dia padaku.”

Yu-ki berniat menurunkan anak itu dari gendongannya, tapi anak itu masih menguatkan pegangannya dan menenggelamkan wajahnya dalam dada Yu-ki. “Rin takut liat dokter gigi. Dokter gigi yang sebelum ini kepalanya botak, wajahnya sangar dan berminyak.”

“Tapi dokter yang ini berbeda dengan dokter sebelumnya. Kepalanya gak botak, wajahnya juga gak berminyak.”

Anak itu ragu-ragu menoleh. Shousei tahu bahwa Yu-ki punya keterikatan dengan anak itu. Yu-ki lah dokter yang menangani operasi penyumbatan saluran empedu bawaan yang diderita anak itu sesaat setelah ia lahir. tentu saja operasi itu dibantu Taa. Namun selanjutnya setiap anak itu sakit, orang tuanya selalu membawa anak itu pada Yu-ki dan hanyalah Yu-ki satu-satunya dokter yang dipercaya oleh bocah kecil itu.

Dalam benak anak itu tergambar sosok dokter gigi menakutkan yang pernah ditemuinya di rumah sakit kota besar. Tapi gambaran mengerikan dokter gigi mendadak hilang saat ia melihat dokter gigi yang ada di hadapannya.

Dokter itu tersenyum ramah dan manis. Rambutnya tidak botak, melainkan panjang lurus dan pirang bercahaya. Wajahnya tidak sangar apalagi berminyak.. tentu saja baginya dokter Yu-ki tetaplah yang paling keren, tapi dokter gigi ini sangat manis hingga rasanya ia tidak takut walaupun dokter itu harus mengebor gigi-giginya yang bermasalah.

“Tidak perlu sampai dibor. Gigi yang berlubang hanya perlu dibersihkan dan disterilkan. Panas tubuhnya mungkin disebabkan karena radang gusi akibat infeksi bakteri dari sisa makanan yang masuk disela-sela gigi Rin yang berlubang.” Shousei selesai memeriksa pasiennya.

“Jadi apa tidak sebaiknya gigi yang berlubang dicabut saja?” Tanya Yu-ki.

Shousei menggeleng. “Berbahaya jika mencabut gigi pada saat terjadi infeksi. Akan berpengaruh pada sistem syaraf yang berhubungan dengan mata dan otak. Jadi sebaiknya gigi yang berlubang disterilkan dari bakteri dan ditambal untuk sementara waktu sampai aman untuk dilakukan pencabutan. Sebaiknya kurangi makan makanan manis dan jangan lupa gosok gigi setelah makan dan sebelum tidur.”

“Kau dengar itu Rin.. dokter Shounari melarangmu makan makanan manis.”

Rin, bocah itu mengangguk. Lalu seakan pasrah saat Shousei membius rongga mulutnya dan menambal giginya yang bermasalah.

Tidak berapa lama kemudian pekerjaan Shousei selesai. Rin masih meringis. Namun entah bagaimana senyuman Shousei dan sentuhan lembutnya di kepala anak itu membuatnya melupakan rasa sakit.

Selepas kepergian Rin dan ibunya, Shousei menghela nafas panjang dan kembali ke mejanya. Ia terlihat sangat kelelahan dan tampak menanggung beban berat.

“Taa bilang keadaan Yuji mulai membaik, apa kau sudah menemuinya? Dia sudah dipindahkan di ruang rawat inap.”

Shousei menggeleng. “Aku ingin menemuinya, tapi dia sama sekali tidak ingin bertemu denganku. Tatsurou bilang kalau kakakku itu shock lantaran kehilangan kakinya. Mungkin butuh waktu beberapa hari sampai dia bisa menenangkan diri dan menerima kenyataan.”

“Tenanglah Shou, di dunia ini bukan hanya Yuji sendiri yang mengalami amputasi kaki. Dia masih bisa mendapatkan kaki palsu.”

“Iya aku tahu, tapi harga diri Yuji terlalu tinggi. Mungkin dia akan tersinggung jika kita menawarinya menggunakan kaki palsu.”

“Kau adiknya. Aku percaya kau bisa meyakinkannya dan mengembalikan kepercayaan diri kakakmu itu.”

Shousei tersenyum. Yah dia harus yakin dengan dirinya sendiri. Mungkin bukan sekarang. Tapi nanti Shousei akan berbicara dengan tenang pada Yuji dan menumbuhkan kepercayaan diri kakaknya tersebut.

Shousei percaya.. kakaknya akan segera tersenyum dan melanjutkan hidupnya sebaik sebelum kakinya diamputasi. Kebahagian tidak terletak hanya pada sempurna atau tidak sempurnanya diri kita, tapi lebih kepada keikhlasan diri kita untuk menjalani hidup dengan apa adanya tanpa kehilangan semangat untuk terus berusaha menjadi lebih baik dengan segala kekurangan yang kita miliki.

===333===

Karte 3 finish…

Nyahahahaa.. aksi para dokter masi akan terus berlanjut ^^

Comments
  1. phiy says:

    Yey! *tepruk tangan*
    abis ngamatin di rumah sakit brapa hari buw? xD

  2. stackedvomit says:

    Keka mah gak pernah b’hubungan ma rumah sakit
    justru paling anti nginjek rumah sakit
    tapi suka ma profesi dokter
    apalagi dokternya kayak nak2 LuLu XD
    kalo ada dokter kayak Kaito… betah aye diperiksa terus tiap ari 😀

Leave a comment