[Fanfic] Seishin chintsuuzai Karte 1

Posted: June 11, 2008 by Kyrie Kai-ka in Fanfic
Tags:

Title: Seishin chintsuuzai Karte 1

Author: -Keka-

Genre: Drama thriller psychology Doctor fanfiction (halah apa pulak ini ^^ )

Fandom: J-Rock – LuLu band

Rating: 15 +

Nothing yaoi.. but I think.. this fic is hard enough to understand with people under 15 years

Note:

Sebelumnya fanfic ini udah pernah Keka publish di site multiply nya

mungkin penyuka musik JRock ada yg kurang familiar dgn nama LuLu. Keka sendiri baru tau sekitar awal thn 2008 ini. LuLu klo gak salah juga masuk kategori band Visual Kei, tapi Keka lupa tergolong dalam sub apa. Band ini terdiri dari 5 personil. Taa (Voc), Tatsurou (Gu), Kaito (Gu), Yu-ki (Ba) & Shousei (Dr).

Band ini menurut Keka unik karena lekat dengan dunia medis dan kedokteran. Semua personilnya memakai kostum dokter dan punya jabatan masing2 dlm ilmu kedokteran. Taa sbg Director sekaligus surgeon, Tatsurou sbg psychiatric, Kaito sbg Internal Medicine, Yu-Ki sbg Pediatrics & Shousei sbg Dental Surgery.

Judul lagu mereka juga gak jauh2 dari istilah medis :mrgreen:

Seishin Chintsuuzai adalah salah 1 judul lagu mereka. Keka sendiri gak tau persis artinya apa :mrgreen: kalo gak salah dlm bhs Inggris artinya Mental Anodyne.

Fanfic ini Keka bikin secara sok teu :mrgreen: Jadi mu’un maap kalo ada hal2 yg gak tepat. Disini para personil LuLu bukan bertindak sbg anak band, tapi sbg sekelompok tim dokter ^^

Enjoy…

===111===

Doctor… onegai….

Taa menatap hasil roentgen di tangannya dengan malas. Sama sekali tidak menarik. Begitu pikirnya. Ia membuang berkas roentgen itu, lalu menjulurkan kakinya naik ke atas meja sambil menyulut rokoknya. Sesekali laki-laki berjubah dokter itu memainkan jarum suntik lalu menancapkan jarum itu di tangannya sendiri. Ia sudah sangat paham dimana ia harus menancapkan jarum itu, mengambil darahnya sendiri sekitar tiga sampai empat cc, lalu mengamati darah itu.


Warna merahnya betul-betul segar. Taa tidak pernah bosan melihat warna itu meskipun sudah hampir setiap hari ia melihat darah. Bahkan jubah dokternya yang putih sudah tidak murni putih lagi. Cipratan darah memenuhi jubah itu dan ia sama sekali tidak berniat mencucinya.

Kaito masuk ke ruangan Taa tanpa mengetuk terlebih dahulu. Itu memang tidak sopan, apalagi Taa itu seorang direktur di rumah sakit itu, tapi Kaito tahu bahwa Taa tidak mungkin peduli meskipun ia mondar-mandir di ruangannya. Kaito tahu bahwa Taa lebih sibuk dengan darahnya daripada mengomentari kemunculannya. Bahkan Taa sama sekali tidak peduli dengan hasil roentgen salah seorang pasien penting yang dirawat di rumah sakitnya.

Taa mengoleskan darahnya di puntung rokoknya, lalu kembali menghisap rokok itu. merasakan darahnya sendiri yang berbau amis. Kaito heran karena Taa tampak menikmati hal itu. apa enaknya? Pikir Kaito tampak acuh sambil memungut berkas-berkas roentgen yang dicampakkan Taa di lantai.

“Apa yang mau kau perbuat dengan hasil roentgen itu Kai?” Tanya Taa yang kembali menancapkan jarum suntik di tangannya. Merasakan jarum itu menembus kulitnya, dan sedikit demi sedikit darahnya mengalir melalui celah di jarum itu.

“Laki-laki itu sudah membayar kita dengan harga tinggi, seharusnya kita lebih memberinya prioritas.” Ucap Kaito sambil mengarahkan hasil roentgen itu ke arah cahaya.

“Biarkan saja, toh laki-laki itu sudah tidak punya harapan hidup.”

“Bicara apa kau ini Taa?! Kita sama-sama tahu bahwa laki-laki itu masih bisa diselamatkan.”

“Kau masih saja menyinggung operasi itu. Maaf saja Kaito, tapi aku tidak mau melakukannya.”

“Ya aku tahu. Kau ini memang keras kepala dan seenaknya. Lama-lama rumah sakit ini bisa bangkrut. Kalau kau menyanggupi operasi laki-laki itu, kita bisa mendapat sepuluh juta yen. Apa kau tidak tergiur dengan uang sebanyak itu?”

Taa menggeleng. “Aku tidak mau mengotori tanganku dengan darah laki-laki itu.”

“Kau memiliki dendam apa dengannya?” Tanya Kaito merasa heran.

“Tidak ada. Hanya saja yang kutahu laki-laki itu sudah memakan banyak uang dari orang-orang yang kesusahan. Sudah sepantasnya ia mendapat ganjaran.”

“Tapi kita ini dokter. Dokter menolong tanpa melihat latar belakang.”

Taa terkadang merasa muak dengan prinsip Kaito itu. tapi memang begitulah Kaito, terlalu menjunjung tinggi prinsip seorang dokter.

“Kau mau kemana Taa?” Tanya Kaito saat melihat Taa beranjak dari posisi duduknya.

“Tatsurou, dimana dia?” Taa balik bertanya.

“Oh, dia di ruang isolasi menenangkan salah seorang pasien yang mengamuk.”

“Pasien pengidap shourei kannou allergy itu lagi?!”

Kaito hanya menganggukkan kepalanya. Ia tahu bahwa Taa juga tidak tertarik dengan pasien itu. Belakangan ini Taa memang terlihat malas-malasan. Itu mungkin pengaruh dari kejadian beberapa bulan yang lalu. Kredibilitas Taa sebagai seorang dokter diragukan saat ia ketahuan memiliki ketergantungan terhadap obat bius dan sering melakukan self injury.

BRAK!!

Pintu terbuka dengan cepat saat Shousei memaksa masuk dengan terburu-buru.

“Gawat Taa!! Pasien di kamar 205 sudah semakin gawat. Laki-laki itu baru saja muntah darah.” Wajah Shousei tampak panik, sebaliknya Taa hanya bersikap tenang-tenang saja seakan laporan Shousei itu bukan suatu hal yang penting untuk ia dengar.

“Baiklah Shousei, biar aku saja yang memeriksa keadaan pasien itu.” Kaito buru-buru meninggalkan ruangan Taa, sementara Shousei masih menatap bingung sikap Taa yang tampak acuh.

====111====

Kaito menekan bagian kanan atas perut pasiennya dengan tangan. Ia merasakan benjolan di tempat itu semakin besar dan denyutannya semakin terasa.

Ini sudah semakin gawat. Begitu pikirnya. Tidak ada jalan lain selain melakukan operasi, tapi hanya Taa yang bisa melakukan itu. kaito terlalu takut untuk mengoperasi pasiennya setelah tahun yang lalu ia gagal melakukan penyelamatan terhadap seorang wanita dengan penyakit yang sama. Wanita itu adalah ibunya sendiri. Karena itu lah Kaito selalu dihantui perasaan takut saat dihadapkan pada pasien dengan penyakit sama yang menyebabkan kematian ibunya.

Yu-ki menghampiri Kaito. Ia tahu apa yang dipikirkan oleh Kaito saat menatap wajah temannya itu.

“Aneurisma Aorta Abdominalis, benar begitu kan?!” Tebak Yu-ki yang langsung diiyakan oleh Kaito.

“Harus cepat dioperasi, pembengkakan arterinya semakin gawat.” Ungkap Kaito dengan wajah sedikit cemas. Butiran keringat mengalir dari keningnya dan ia tampak bergetar saat membersihkan darah yang keluar dari mulut dan hidung pasiennya.

“Kau pasti bisa Kai.. lupakan kejadian itu dan atasi ketakutanmu pada darah.” Yu-ki berusaha menyemangati Kaito, tapi Kaito tetap tidak sanggup.

“Aku tidak bisa.. biar Taa saja..”

“Dia tidak mungkin mau, kau tahu sendiri kan bagaimana sifat keras kepalanya.”

“Aku akan memohon padanya. Kita tidak boleh membiarkan seorang pasien meninggal tanpa berbuat apa-apa.”

Kaito pergi meninggalkan kamar pasiennya. Tujuannya hanya Taa, ia akan memohon pada Taa walau apapun yang terjadi, Kaito tetap akan memaksa Taa melakukan operasi aorta itu.

====111====

“Harus berapa kali aku bilang kalau aku tidak mau melakukan operasi itu.”

“Tapi Taa.. kita bisa dituntut karena tidak merawat pasien dengan baik.”

“Apa menurutmu operasi itu jalan yang baik? Aku bukan dokter yang dipercaya untuk melakukan operasi besar seperti itu. mereka menganggapku tidak lebih dari seorang dokter gila yang terobsesi pada darah. Bawa saja laki-laki itu ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas lebih lengkap.”

Kaito tetap bersikeras. “Tidak ada waktu Taa, arteri laki-laki itu bisa meledak kapan saja karena pembengkakannya sudah semakin gawat.”

Shousei yang juga berada di ruangan itu ikut-ikutan memaksa Taa. “Kaito benar, sebaiknya kita lakukan operasi segera. Kalau laki-laki itu bisa kau selamatkan, kredibilitasmu sebagai dokter juga akan kembali.”

“Aku tidak peduli itu Shousei. Aku tidak sudi menyentuh laki-laki itu.” ucap Taa dengan wajah yang mulai menampakkan kemarahan.

Shousei dan Kaito sama-sama bingung. Tidak mungkin Taa sekeras kepala seperti itu. ia memang jarang serius merawat pasien dan cenderung lepas tangan dengan pasien-pasien yang tidak disukainya. Tapi biasanya ia akan bereaksi saat ada pasien yang berani membayarnya dengan harga tinggi.

Taa keluar dari ruangannya, ia ingin pulang ke rumahnya dengan segera. Tidak mau memikirkan hal apapun. Tidak ada yang Kaito atau Shousei ketahui tentang dirinya. Mereka tidak tahu bahwa Taa sangat sakit hati. Laki-laki itu, laki-laki yang sekarat karena pengerasan dan pembengkakan pembuluh aorta akibat tekanan darah tinggi yang hebat itu adalah ayah yang pernah menelantarkan dirinya.

Taa juga tidak mengerti mengapa laki-laki itu kembali ke kampung halamannya yang telah ditinggalkannya selama 20 tahun. Baru seminggu yang lalu Taa tahu bahwa ayahnya itu berniat mendirikan resort mewah untuk kepentingan bisnis di tanah kelahirannya. Ayahnya itu berniat membabat habis hutan untuk keuntungan pribadi. Taa tidak terima alasan itu, hutan di kampung halamannya adalah kebanggaan yang membuatnya terus menetap dan bekerja mengelola rumah sakit kecil di tempat yang juga terpencil. Padahal dengan kemampuannya sebagai seorang dokter, Taa bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di rumah sakit hebat yang ada di kota-kota besar. Tapi Taa menolak, karirnya sebagai dokter muda juga semakin terperosok saat ia dinyatakan tidak layak sebagai seorang dokter.

“Taa… apa kau yang bernama Taa..”

Taa menoleh saat mendengar suara wanita yang menyebut namanya. Usia wanita itu sekitar tigapuluhan dan ia tampak cantik dengan pakaian rapi yang tampak sangat anggun. Di belakang wanita itu ada seorang anak perempuan berusia sekitar tujuh sampai delapan tahun. Anak itu menatap Taa dengan mata bulat yang tampak sangat mempesona. Wajahnya dan tatapannya sangat polos.

“onisan.. onegai…” ucap anak perempuan itu dengan mata berkilauan menatap wajah Taa.

Taa bingung dengan ucapan anak itu.

“Tsukino.. sudahlah, kau tunggu saja di bangku yang ada disana.” Ucap wanita itu dengan lembut pada anak perempuan yang bernama Tsukino itu.

Anak perempuan itu menggeleng. Lalu berlari kearah Taa dan meraih tangannya. “Tsukino ingin selalu bersama aniki.”

Taa semakin tidak mengerti dengan sikap anak itu. siapa yang disebutnya aniki??

“Maafkan sikap anakku.” Wanita itu tersenyum. Ia mencoba menarik tangan anak perempuannya, tapi anak perempuan itu sudah berlindung di belakang Taa dan memegangi jubah putih Taa yang berlumuran darah.

“Apa yang bisa kulakukan?” Tanya Taa pada wanita itu.

Wanita itu kembali tersenyum. Kali ini lebih tampak seperti memohon. “Ada seorang pasien di rumah sakit ini. Dia sangat butuh pertolonganmu. Kumohon tolonglah dia..”

“Pasien siapa yang anda maksud?”

“Otosan. Otosan menderita.. Tsukino mohon… tolonglah dia.. aniki..”

Kenapa anak ini memanggilku aniki??

“Tsukino ini anak perempuanku dan aku ini istri dari ayahmu. Dengan kata lain..

Tsukino ini adalah adikmu.”

Ucapan wanita itu membuat Taa sedikit terkejut. Taa tidak heran jika ia mungkin memiliki satu atau beberapa adik tiri, tapi ia hanya tidak menyangka jika akan bertemu dengan salah satu dari mereka.

====111====

“Kau sungguh-sungguh ingin melakukannya Kaito?” Tanya Shousei tidak percaya. “Pikirkanlah lagi. Ini bukan operasi gampang seperti operasi usus buntu.”

“Jangan berkata seperti itu Shousei. Sudah saatnya Kaito mengatasi ketakutannya sendiri. Lagipula dia tidak sendiri, kita juga akan membantunya.” Ucap Yu-ki yang sudah selesai menyiapkan anestes dan segala perlengkapan operasi.

“Bagaimana dengan pembuluh darah buatan dan darahnya?”

“Tidak ada masalah, kita sudah mendapatkan pembuluh darah buatan dan sekitar 3000 cc darah untuk transfusi. Kalau masih kurang, aku masih bisa mengusahakan untuk mencarinya lagi.”

Ucapan Yu-ki membuat Kaito lega. Setidaknya bagian terpenting dari operasi itu sudah mereka dapatkan.

“Apa hanya kita bertiga saja yang melakukan operasi ini? Tatsurou.. dimana dia?”

“Sudahlah Shousei, cukup kita bertiga. Tatsurou masih disibukkan oleh pasien-pasiennya di ruang isolasi.”

Shousei mengangguk. Ia berusaha tenang, meski masih tidak sanggup menutupi kecemasannya.

“Waktu kita sempit. Laki-laki ini sudah terlalu berumur. Kita hanya punya tenggat waktu sekitar 2 menit untuk menyambung pembuluh darah buatan itu, lewat dari itu…”

Kaito menghembuskan nafas berat. Ia tahu apa yang ingin diucapkan Yu-ki. Hal itulah yang pernah gagal ia lakukan setahun yang lalu saat mengoperasi jantung ibunya.

“Bersemangatlah Kaito.. kita pasti bisa.” Shousei mulai menyemangati Kaito.

Dukungan dari teman-temannya itu memang membuat Kaito jauh lebih percaya diri. ia hanya perlu mengusahakannya dengan baik dan pikiran tenang saat melakukan operasi.

“Posisi benjolannya sudah kita dapatkan. Tinggal kita lakukan pembedahan di bagian itu. kita juga harus mengantisipasi pecahnya pembuluh darah itu, mungkin darahnya akan menyembur berliter-liter. Dan kalau itu terjadi, Shousei kau harus siap melakukan transfusi.”

Shousei mengangguk dengan ucapan Kaito.

Tangan Kaito bergetar saat ia memegang pisau bedah. Ia ragu saat ingin menyayat kulit dan daging pasiennya dengan pisau bedah itu. kaito terdiam cukup lama dengan butiran keringat yang semakin deras membasahi keningnya.

Kaito tidak bisa melakukannya. Ia terlalu takut.

“Bodoh! Apa yang kau lakukan, jangan buang-buang waktu!”

Kaito terkejut saat melihat Taa masuk ke ruang operasi. terlebih saat ia telah mengenakan seragam operasinya.

Taa segera mengambil alih operasi itu. dengan tenang ia menyayat kulit pasiennya dengan pisau bedah. Pisau itu menembus hingga arteri yang nampak membengkak itu terlihat. Taa memotong arteri itu.

Darah menyembur keluar ketika arteri itu pecah saat Taa memotongnya. Darah yang sangat banyak membasahi seragam operasi Taa dan sebagian juga membasahi wajahnya.

Shousei berinisiatif menghapus darah itu dari wajah Taa agar tidak terlalu menghalangi usahanya menyambung arteri buatan pada pasiennya.

“Tidak usah Shousei, siapkan saja transfusi darah segera.” Ucap Taa dengan suara pelan. Ia terus berkonsentrasi pada pekerjaannnya. Darah itu masih terus mengalir sampai ia harus menjepit bagian atas dan bawah pembuluh darah yang dipotongnya.

“Tekanan darahnya menurun.” Ucap Yu-ki berusaha memberitahu.

“Kaito lakukan sesuatu, sementara aku menjepit bagian atas dan bawah pembuluh darah ini.. kau sambung dan jahitlah pembuluh darah buatannya.” Perintah Taa.

Kaito mematuhi perintah Taa, meskipun ia tidak yakin apa bisa melakukannya dengan baik. Tapi Taa sudah percaya pada Kaito dan ia harus yakin dengan kemampuannya.

Dua jam terlewati…

Detak jantung laki-laki itu sempat berhenti, tapi dengan kerja keras Taa, Kaito, Yu-ki dan Shousei, akhirnya jantung laki-laki itu kembali bekerja dan operasi yang mereka lakukan berjalan dengan sukses.

Shousei memeluk Taa dengan senangnya. “Hebat hebat.. kita melakukan pekerjaan dengan baik.” Ucapnya dengan riang.

“Hei hei sudahlah Shousei, kau membuat bajumu juga berlumuran darah.” Ucap Kaito. Shousei lalu juga memeluknya, kemudian berganti memeluk Yu-ki.

“Ngomong-ngomong… bagaimana kau bisa berubah pikiran?” Tanya Kaito pada Taa begitu Shousei melepaskan pelukan darinya.

“Aku hanya berpikir.. kalian pasti tidak bisa melakukannya dengan baik jika aku tidak ada.”

“Huh ucapan sombong apa itu?!” Meskipun Kaito tampak kesal, tapi sesungguhnya ia senang karena Taa yang keras kepala akhirnya luluh meskipun ia tidak tahu apa yang membuatnya luluh.

Taa tampak menghampiri seorang wanita dan seorang anak perempuan. Wanita itu tampak lega saat Taa memberitahunya sesuatu. Anak perempuan itu juga senang lalu memeluk Taa meskipun Taa berlumuran darah.

====111====

“Kau masih mau menolong ayah yang sudah mengecewakanmu ini?”

Taa menatap mata laki-laki yang sudah cukup tua itu. “Aku tidak menolongmu karena kau ayahku, aku hanya tidak tega melihat Tsukino kehilangan ayahnya. Dan perlu kau ketahui, aku tidak melakukan ini dengan cuma-cuma. Sesuai dengan janjimu.. sepuluh juta yen..”

“Hahahaa.. baiklah, aku akan meminta asistenku untuk membuatkan cek itu segera.”

“Dan bukan hanya itu..”

“Apa ada lagi?”

Taa mengeluarkan secarik kertas yang nampak seperti sebuah surat pernyataan. “Istrimu sudah menandatangani ini. Ini pernyataan bahwa kau setuju membatalkan pembangunan resort di wilayah ini.”

“A- apa??!! Istriku?? Bagaimana mungkin?!”

“Pernyataan ini sah dan punya nilai hukum yang kuat karena kau sudah menunjuk istrimu sebagai wakil pengambil keputusan jika sesuatu terjadi padamu. Kau tidak bisa menolaknya.”

Laki-laki itu tampak kecewa. “Padahal aku berniat membangun resort bukan dengan maksud merusak hutan di wilayah ini. Aku hanya rindu dengan kampung halaman ini dan berniat menunjukkan keindahan wilayah ini pada penduduk di luar sana.”

“Sudahlah ayah, kau tidak perlu berbuat hal yang terlalu jauh. Tanpa resortmu, wilayah ini akan lebih indah.”

Taa pergi setelah mengucapkan itu.

Laki-laki itu masih terpaku dengan selang infus dan tabung oksigen di samping tempat tidurnya. Ia tidak percaya karena Taa, anaknya itu, anak yang sudah ia tinggalkan sejak dua puluh tahun yang lalu itu masih mau memanggilnya dengan sebutan…

ayah…

====111====

Karte 1 finish…

Ps: Kritik, komen dan saran anda sangat Keka hargai 😀

Comments
  1. Kazuna says:

    Hello!:D
    I come from Germany and understand no word Indonesian /D
    I´ve looked long for a LuLu-FF on the Internet, but have found none on in English, never mind in German. Then I´ve bumped into yours and I must say, although my translator is absolutely miserable and I haven´t understood some sentence constructions, I´ve liked this first part of your story very much!
    It´s interesting how you reflect the characters and I´m tensely to find out which secrets the respective people have.
    Unfortunately, I cannot say something about your writing style and your orthography, because I´ve used, like I said, a translator. But because you´ve used, however, often English statements, I simply suppose that you´ve a rather loose and affable style. If I´m right with my supposition properly, then I like this!:D

    Love, Kazuna

Leave a comment